My Story

Gara-Gara Cobek

Munthu.com
Gara-gara cobek
Ippoet
Salah satu peralatan dapur yang sederhana namun sangat dibutuhkan adalah?.  Alat yang familiardan dikenal oleh setiap orang dari berbagai kalangan. Yes, benar sekali jawabannya adalah cobek. Peralatan dapur satu ini selalu menjadi idola terutama bagi Ibu-Ibu. Cobek yang biasa digunakan untuk menghaluskan bahan-bahan dapur ini selalu menjadi alat yang dicari-cari apalagi kalau kalian adalah pecinta sambal. Nah, kalian tidak bisa jauh dari alat yang satu ini. Meskipun zaman sekarang sudah canggih namun sebagian orang masih percaya dengan menghaluskan bumbu dapur menggunakan cobek memiliki sensasi tersendiri dan cita rasa yang dihasilkan berbeda daripada menggunakan blender.  
Penggunaan cobek sendiri sudah dikenal sejak zaman batu sekitar 35.000 tahun SM. Cobek merupakan alat tertua di zaman itu, hal itu terbukti dengan ditemukannya artefak batu di Yunani dari 3200 sampai 2800 SM (Wikipedia.org) tua banget kan ya? (kayak kamu #eh). Bahan dasar dari cobek sendiri umumnya terbuat dari bahan yang keras, misalnya dari batu, kayu keras, keramik dan ada juga dari bahan stainless steel. Bentuknya pun beragam ada yang berdiameter 8-13 cm tergolong sebagai cobek ukuran kecil yang biasa digunakan oleh beberapa warung makan untuk menyimpan sambal ukuran personal bagi pelanggannya, kategori sedang yang berdiameter 15-20 cm biasanya ada dirumah kalian. Sedangkan untuk ukuran yang besar dengan diameter 30-40 cm biasanya digunakan oleh mas-mas penjual gado-gado atau penjual lalapan di pinggir jalan untuk mengulek sambal/ bahan dapur lainnya dalam jumlah yang besar. Cobek ada yang berbentuk cekung menyerupai mangkok dan pula yang datar. Biasanya orang-orang memilih jenis cobek tergantung dari kebutuhan mereka didapur.
Nah, sebenarnya ada apa dengan cobek? Jadi, ada pengalaman buruk dengan cobek dan sampai saat ini masih berusaha berdamai dengan cobek. Tapi, bukan berarti tidak menggunakan cobek dalam keseharian namun untuk mengangkat cobek berpindah dari satu posisi ke posisi lainnya itu agaknya agak gimana gitu ya. Ceritanya begini beberapa tahun lalu Ibu sedang dalam perjalanan dalam waktu yang cukup lama sehingga urusan dapur, keuangan dan segala hal yang berhubungan dengan rumah tangga itu ada dibawah kendali saya. Kala itu, masih pagi-pagi buta saya sudah bergerilya di dapur dengan berbagai jenis bahan makanan untuk diramu menjadi sarapan pagi. Semua saya kerjakan sendiri karena dirumah cuma ada saya, bapak, adik dan nenek. Adik sedang membereskan ruang tamu dan halaman dan tidak mungkin saya meminta bantuan bapak untuk mengelola semua bahan dapur ini. Nenek juga sesekali membantu namun karena usianya sudah renta juga tidak mungkin saya serahkan semua pekerjaan kepadanya. Mulailah saya mengolah semua bahan makanan yang dibeli kemarin di pasar. Sayur bayam sudah matang, perkedel juga sudah siap masih ada ikan goreng yang belum matang di atas wajan. Sambil menunggu ikan goreng matang saya mengambil beberapa biji lombok dan tomat untuk sambal sebagai pelengkap. Tidak lama berselang,
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa” teriakanku terdengar sampai membuat orang rumah kaget dan datang menghampiriku di dapur melihatku meringis kesakitan sambil memegangi kakiku. Air mata pun tak dapat tumpah dengan sendirinya karena sungguh ini sangat sakit. Bayangin aja, cobek yang berukuran sedang itu menimpa ibu jari kaki kiriku dari ketinggian 80 cm, kebayang gak sakitnya kaya apa? Lebih sakit dari patah hati kan? seingat saya waktu itu hanya ingin menumis sambal yang saya ulek tadi jadi cobek itu saya angkat ke dekat wajan tapi di saat yang bersamaan saya harus mengangkat ikan goreng yang sudah matang dari wajan dan entah bagaimana tiba-tiba cobek itu sudah menimpa ibu jari kaki. Sungguh tragis, sebuah kecelakaan kecil didapur membuat seorang gadis trauma dengan cobek. Orang rumah kaget setengah ketawa ketika mereka tahu bahwa kakiku ketiban cobek, mereka pikir yang menimpa kakiku adalah ulekannya.
“Bukaaaaaaaaaaaaaaannn… itu yang bundar,” kataku meringis menunjuk pelaku kecelakaan kecil ini.
Adikku menutup mulutnya menahan tawa, bapak kembali dari kamarnya tergopoh-gopoh membawa obat andalannya untuk segala jenis penyakit dan luka (kecuali luka hati) itu adalah minyak gosok. Warna kuku mulai berubah menjadi merah karena darah. Tentunya saya sangat syok dan luar biasa sakitnya (Bayangin deh sakitnya gimana supaya kalian tahu persaanku jangan cuma ketawa saja baca ini). Untung ibu jari kaki saya  masih utuh tulangnya tidak remuk itu adalah hal yang saya syukuri. Cukup lama duduk di posisi yang sama masih terasa sakitnya, padahal tiga hari kedepan saya harus menghadiri konferensi yang diadakan salah satu kampus di Jakarta. Bahan presentasi sudah siap, artikel juga, penginapan sudah dibooking di wisma kampus tersebut, tapi anehnya baru kali ini ingin berangkat naik pesawat H-3 belum pesan tiket padahal biasanya jauh-jauh hari tiket pesawat sudah siap. “Untunglah” gumamku. Kemudian saya mulai sibuk menghubungi pihak wisma kampus tersebut untuk membatalkan keberangkatan karena kondisi sedang menjalani perawatan dan tidak memungkinkan untuk berangkat. Resepsionis wisma tidak banyak tanya langsung mengiyakan permohonan saya dan tak lupa saya memohon maaf sebesar-besarnya atas hal ini karena sungguh ini diluar kehendak saya. Lain halnya dengan panitia konferensi. peserta yang tidak bisa datang harus melapor ke panitia dengan alasan yang kuat, salah satunya peserta yang dimaklumi adalah wanita hamil yang berusa 8 bulan dan tidak memungkinkan melakukan perjalanan jauh. Lah, saya bagaimana? Masa iya saya harus mengatakan yang sebenarnya kalau kaki saya ketiban cobek kan tidak lucu. Otakku berpikir keras untuk mencari-cari alasan yang masuk akal, logis dan tidak berbohong. Tapi, sepertinya otakku tidak bisa difungsikan dengan baik kala itu. Mengingat acara sudah H-3 jadi saya perlu bertindak cepat untuk memberikan informasi ke panitia jika saya tidak bisa hadir.
“Aslkm,wr wb. Mohon maaf sebelumnya Ibu, saya musdalifah salah satu pemakalah dalam konferensi internasional ini ingin menyampaikan bahwa saya tidak bisa hadir karena alasan sakit Bu, Mohon maaf sebelumnya dan harap maklum”

“Baik Ibu, boleh tahu Ibu sedang sakit apa, ada surat keterangan sakitnya bu?”

Duh…bagaimana ini, masa iya saya harus bilang karena ketiba cobek. Lama saya berpikir apakah harus bohong atau tidak, tapi mau bagaimana surat keterangan sakit juga tidak ada. Cukup lama saya mendiamkan pesan whatssapp dari ibu panitia karena hati dan otak sedang berdebat hebat di dalam sini.

“Sebenarnya saya kesulitan berjalan dengan normal bu karena Ibu jari kaki saya yang sebelah kiri ini ketiban cobek Bu, bukan ulekannya ya tapi cobekannya Bu yang berdiameter 15 cm dengan berat hampir satu kilogram Bu, mohon pengertiannyaya Bu”
Pesan whatssapp terkirim dengan centang dua, dalam hati saya berpikir Ibu panitia ini mungkin sedang tertawa membaca pesan ini atau mungkin dia malah kaget atau ahh bodo amat yang jelas saya mengatakan sejujurnya dan tidak mengada-ada terserah mereka mau percaya atau tidak. Tidak lama berselang ada balasan dan mereka memaklumi dengan syarat saya harus mengikuti beberapa aturan yang telah mereka tetapkan sebelumnya jika peserta berhalangan untuk hadir.
Lalu apa kabar dengan Ibu jari kaki? Ahhh… masih sama, beberapa minggu warna yang tadinya merah berubah menjadi kehitaman. Bulan kedua sebagian kuku mulai mengering dan agak sedikit terangkat dari posisi semula seperti ingin melepaskan diri dari jariku tapi masih belum bisa karena masih ada beberapa bagian yang belum mengering. Memasuki bulan ketiga tercipta kuku baru yang masih halus dan kuku lama terkelupas dengan sendirinya meskipun rasanya masih geli ketika kuku baru ini disentuh.
Jadi, untuk mereka yang sering beraktivitas di dapur mohon hati-hati untuk benda yang bernama cobek ini karena dia bisa jatuh dari arah yang tidak di sangka-sangka dan menimpa apa saja yang tak bisa menghindarinya. Ini peringatan, cukup saya yang mengalami pengalaman pahit seprti ini. Hehehehe
*Note: ukuran cobek yang menimpa jari saya itu ada di nomor 23, lumayan besarkan? Bayangin gimana sakitnya.

Sumber : 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Hayo mau ngapain???