dosen baru ya
My Story

Dosen baru ya?

Menjadi seorang dosen adalah mimpi yang luar biasa bagiku karena itu adalah cita-cita awal saya sejak menginjakkan kaki di kota ini. Tentunya dibekali dengan ilmu dari para dosen-dosen terbaik kami agar kelak bisa mengikuti jejak beliau.

Banyak hal yang perlu disiapkan dan bekal untuk menjadi seseorang yang akan melaksanakan Tri Dharma perguruan tinggi ini. Bukan hanya cara mentransfer ilmu yang harus dipelajari tetapi manajemen emosi atau emotional quotient (emotional intelligence) ternyata penting untuk dipelajari.

Mengapa demikian? Karena kemampuan untuk mengendalikan diri, mengontrol diri, conflict management dan lainnya sangat dibutuhkan ketika kita sudah terjun di dunia kerja, ketika kita dihadapkan pada situasi sulit yang tak terduga seperti yang saya alami.

Beberapa waktu lalu saya menjadi salah satu pengajar di salah satu kampus yang ada di kotaku. Setelah menebar lamaran ke beberapa kampus selama beberapa tahun tidak ada satu pun yang berhasil lolos kecuali di kampus tersebut.

Waktu itu teman saya menginformasikan bahwa kampus tersebut sedang butuh tenaga pengajar dan dia memberiku kontak untuk segera menghubungi contact person yang tertera di informasi penerimaan lamaran tersebut.

Tak lama seorang ibu menjawab telepon saya dan mengarahkan untuk membawa segera lamaran saya ke alamat kampus tersebut.

Dengan sigap kemudian saya tiba di lokasi kampus yang dimaksud. Pertama kali masuk diruangan yang dimaksud, beliau menyambut saya dengan sangat ramah.

Kami pun berbicara panjang lebar dan saya menyadari sedikit banyak bertanya tentang diri saya dan pengalaman mengajar yang pernah saya lakukan. Ini mirip dengan wawancara kerja. Beberapa hal yang kami bicarakan adalah perihal jadwal pengajaran dan apasaja hal yang perlu saya ketahui tentang kanpus tersebut.

Satu semester berjalan dengan sangat baik, sama sekali tidak ada kendala sampai sejauh ini. Dosen-dosen di sana pun sangat ramah dan kami sering bercengkrama bersama. Tetapi, berbeda dengan semester berikutnya.

Di awal semester genap, jadwal sudah ditentukan lengkap dengan ruangan tempat saya akan mengajar seperti semester kemarin. Keesokan harinya tibalah jadwal mengajar saya diruangan yang telah ditentukan.

Lalu, masuklah saya ke ruangan yang tertera dan di dalam ternyata sudah ada mahasiswa. Saya pikir itu adalah mahasiswa yang akan saya ajar ternyata bukan, lalu saya bertanya kepada mereka terkait ruangan ini.

Jadwal mereka ternyata sama dengan jadwal yang saya terima tetapi mereka dari jurusan yang berbeda. Saya pikir mungkin ada kesalahpahaman dan saya mengecek kembali jadwal yang saya terima dengan jadwal yang tertera di papan info dan tidak ada kesalahan, memang benar bahwa jadwal saya adalah hari ini di ruangan 202 pada pukul 09.00 WITA.

Ini adalah awal semester, jadi saya belum tahu nomor HP mahasiswa yang akan saya ajar untuk sekadar mencocokkan jadwal dengan yang saya terima. Lalu, disamping saya seorang dosen menyapa mahasiswa yang tengah duduk di lobi kampus.

“Belajar apa? Kenapa tidak masuk kelas” kata dosen tersebut

“Kami belum tahu nomor HP dosen kami Pa, kami hanya tahu namanya Bu Musdalifah” kata mahasiswa tersebut

Mendengar nama saya disebut kemudian saya memberitahu bahwa sayalah dosen yang mereka tunggu. Kemudian kami menuju ke kelas yang dimaksud dan jadwal yang mereka terima sama dengan jadwal yang ada di papan informasi sesuai jadwal yang saya terima.

Jadi, saya semakin yakin bahwa jadwal kami memang benar, kami akan melakukan proses pembelajaran di ruangan 202.

Disisi lain ada mahasiswa sedang menunggu dosenya untuk mengajar diruangan tersebut. Ternyata mereka adalah mahasiswa semester 4. Dijadwal yang mereka pegang informasi ruang belajar mereka sama dengan ruang kelas yang akan saya gunakan mengajar yaitu ruangan 202.

Kejadian tersebut saya sampaikan ke Ibu ketua jurusan B dengan sigap beliau membalas Whatsapp (WA) saya dan mengatakan bahwa ruangan saya adalah di ruangan 202 dan tidak ada jadwal lain yang akan mengisi ruangan tersebut.

Sembari membalas chat dari ketua jurusan mahasiswa yang menunggu didalam ruangan tadi terjadi perdebatan kecil anatar mahasiswa saya dengan mahasiswa semester empat yang sudah lebih dahulu masuk diruangan 202.

Ternyata mereka sedang menunggu dosen yang akan mengajar pagi itu. Mendengar mereka terlibat perdebatan kecil. Saya mencoba untuk berbicara dengan mereka bahwa mahasiswa saya sudah menunggu untuk belajar sambil menunjukkan jadwal yang saya terima dari pihak kampus.

Mereka juga mengatakan bahwa jadwal mereka di ruangan ini di jam yang sama dan mereka sedang menunggu dosennya datang. Saya mencoba untuk menjelaskan tetapi mahasiswa tersebut kemudian memasang muka cemburut dan mengangkut tasnya untuk keluar ruangan diikuti oleh 3 orang temannya yang lain.

Tiga puluh menit kemudian disaat saya tengah menjelaskan materi, seorang Ibu datang ke depan pintu ruangan saya.

“Maaf Bu, tidak boleh seperti ini Bu?” kata Ibu itu dengan nada yang setengah teriak di depan pintu ruangan tempat saya mengajar.

“Maaf Bu, ada yang bisa saya bantu Bu?”kataku dengan nada lirih karena tidak ingin mahasiswa saya mendengarnya.

“Perkenalkan Bu, saya ini ketua jurusan AAAAA….” katanya sambil menyodorkan tangannya kepadaku untuk disalami.

“Iya bu, ada apa ya Bu?” tanyaku sambil membalas uluran tangannya

“Ibu tidak bisa seperti ini, Ibu mengajar di ruangan ini sedangkan mahasiswa jurusan AAAAA juga belajar diruangan yang sama. Ibu tidak boleh membiarkan mahasiswa ini berkeliaran diluar Bu” katanya lagi

“Maaf Bu, jadwal yang saya terima itu di ruangan 202 Bu, saya kemarin sudah komunikasi dengan ketua jurusan B Bu, katanya ruangan saya disini”

“Tidak bisa seperti itu dong Bu, Ibu Dosen Baru ya?”

“Iya Bu saya masih baru disini” kataku sedikit menunduk sambil melihat mahasiswa saya sedang memerhatikan perdebatan kami di depan pintu

“Sudah berapa semester Ibu mengajar di sini? Ini kan jurusan AAAAA mahasiswanya banyak Bu, dan ruangan ini besar dan hanya bisa belajar diruangan ini saja” katanya lagi

“Ini semester yang kedua Bu saya mengajar di sini, saya minta maaf Bu. Minggu depan saya akan cari ruangan lain Bu” kataku lirih padahal dalam hati sudah mengamuk luar biasa.

Saya hanya tidak mau, ini menjadi contoh yang tidak baik bagi mahasiswa saya kala itu. Mengalah lebih baik, lagian saya juga masih baru tidak boleh berbuat kesalahan, pikirku kala itu.

Kemudian saya meminta maaf kepada mahasiswa saya karena menyita waktu mereka untuk belajar dan juga atas perdebatan yang terjadi kepada kami sesama pengajar. Pertemuan selanjutnya kami belajar di ruangan C.

Pada akhirnya saya tahu bahwa dosen yang ditunggu oleh mahasiswa AAAAA itu tadi ternyata tidak datang dan setelah saya cek, jumlahnya tidak lebih banyak dari mahasiswa jurusan B yang saya ajar saat itu.  

Saya jadi teringat jaman saya kuliah dulu, ketika kejadian yang sama saya alami. Kami sekelas mengalah dengan mahasiswa lain yang dosennya sudah datang lebih dulu dari dosen kami. Dan juga tidak jarang dosen kami saling melempar senyum ketika ‘tabrakan jadwal’ ini terjadi.

Sama sekali saya tidak pernah menemukan dosen-dosen kami yang bertengkar di depan mahasiswa perihal sepele seperti ini yang ada mereka hanya bercengkrama tertawa sambil menunggu teman kami yang sedang mencari ruangan kosong.

Mereka mendidik kami dengan memberikan contoh teladan yang baik, alhasil alumni dari kampus kami sangat amat menjaga yang namanya sopan santun. Kampus tersebut memberikan saya pengalaman sangat berharga betapa penting sebuah kecerdasan dalam mengolah emosi.

Entah apa yang ada dipikiran Ibu tersebut, saya hanya tidak habis pikir saja seorang ketua jurusan mempunyai tabiat seperti itu. Tapi, saya berusaha untuk berpikir positif, mungkin saja dia punya masalah dan melampiaskan hari itu dan korbannya adalah saya, anggap saja ini adalah ‘ospek mental’sebagai dosen baru.

Banyak belajar dan berusaha untuk memperbaiki diri lebih baik lagi, lebih banyak belajar lagi tentang manajemen emosi, strategi pembelajaran yang baik dan dari kejadian ini saya sadar bahwa masih banyak hal yang perlu saya pelajari dan perbaiki lagi.

Dan semester genap waktu itu adalah semester akhir bagi saya untuk menjadi seorang tenaga pengajar di kampus tersebut. And at the end, I am gonna be starting it from the scratch. Ini adalah pelajaran bagi saya sebagai dosen baru.

2 Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Hayo mau ngapain???